MTQH ke-39: Al-Qur’an Bukan Sekadar Dibaca, Tapi Diimplementasikan dalam Kehidupan
Daftar Isi
Ia menekankan bahwa keindahan bacaan Al-Qur’an hanyalah permulaan dari perjalanan panjang menuju makna dan hakikat, menuju kedalaman spiritualitas dan cahaya yang menerangi kebijakan serta tindakan sehari-hari.
Kang Dedi menyoroti pentingnya menghargai imam-imam kampung dan guru ngaji yang dengan ikhlas mengajar anak-anak mengaji di masjid tanpa pamrih. Menurutnya, mereka adalah sosok saleh yang sesungguhnya, pejuang peradaban yang mendekatkan generasi muda pada masjid dan nilai-nilai keikhlasan.
Kang Dedi menyampaikan bahwa estetika bacaan Al-Qur’an harus menjadi pintu masuk menuju pemahaman makna terdalam. Menurutnya, masyarakat kerap terjebak pada penilaian estetis semata dan melupakan hakikat serta nilai spiritual dari bacaan Al-Qur’an.
Ia mengajak para peserta dan seluruh masyarakat untuk kembali menanamkan nilai-nilai Qurani dalam kehidupan nyata, bukan hanya sebagai bentuk kompetisi seremonial.
Gubernur juga menyoal modernisasi metode pembelajaran Al-Qur’an yang terlalu menekankan pada kecepatan dan hasil akhir seperti wisuda, tanpa memperhatikan kedekatan emosional dengan masjid dan guru ngaji.
Ia menyampaikan bahwa proses panjang pembelajaran Al-Qur’an di masa lalu yang berlangsung bertahun-tahun dan berjenjang dari mengeja, narawas, hingga Quro, melahirkan relasi spiritual yang kuat antara murid, guru, dan masjid.