Wali Kota Cirebon menghadiri Regional Summit Kawasan Rebana
Daftar Isi
Wali Kota Cirebon menghadiri Regional Summit Kawasan Rebana yang digelar oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia bekerja sama dengan Detikcom, bertempat di Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Kabupaten Majalengka.
Dalam forum itu, Wali Kota menyampaikan bahwa Kota Cirebon bukan sekadar kota kecil di pesisir utara Jawa Barat, melainkan simpul peradaban yang kaya akan nilai sejarah, budaya, dan spiritualitas.
“Kota Cirebon adalah titik temu antara sejarah dan masa depan. Kami tidak hanya memiliki bangunan tua, tapi juga warisan nilai yang hidup dalam masyarakat,” ujarnya.
Kota Cirebon memiliki keraton yang hingga kini masih berfungsi sebagai penjaga tradisi dan pusat kegiatan budaya. Selain itu, situs Gua Sunyaragi dari abad ke-17 menjadi bukti kejayaan arsitektur dan spiritualitas Cirebon di masa lampau.
“Heritage bukan hanya soal bangunan, tapi juga identitas. Ini yang kami bawa ke forum Rebana,” lanjutnya.
Wali Kota juga menegaskan bahwa Pemerintah Kota Cirebon tengah menggiatkan kembali sektor pariwisata berbasis budaya.
Salah satunya melalui program revitalisasi kawasan kota lama sebagai destinasi wisata heritage yang menggabungkan sejarah kolonial, arsitektur tradisional, dan aktivitas masyarakat urban masa kini.
“Kami ingin wisatawan datang ke Kota Cirebon bukan hanya untuk singgah, tapi untuk mengalami,” tambahnya.
Tak hanya mengandalkan situs sejarah, Kota Cirebon juga memiliki kekayaan seni dan kuliner khas yang sudah mendunia.
Dari tari topeng, batik megamendung, hingga empal gentong dan nasi jamblang, semuanya menjadi kekuatan ekonomi kreatif yang terus dikembangkan melalui pelibatan UMKM lokal dan kolaborasi lintas sektor.
Namun demikian, Wali Kota tidak menutup mata terhadap tantangan yang dihadapi. Kota Cirebon, dengan luas hanya 39,466 km² dan kepadatan penduduk tinggi, menghadapi keterbatasan ruang untuk pengembangan pariwisata dan budaya.
Karena itu, ia mendorong adanya dukungan kebijakan dari pemerintah pusat untuk mengatasi hambatan tersebut. “Kami butuh ruang lebih besar untuk mengembangkan potensi budaya kami secara maksimal,” katanya.